Lukisan
“Pasangan Hidup” ini dibuat pada 19 tahun
1997 diatas kanvas berukuran 30 cm x 40 cm.Pada lukisan terdapat subject seorang perempuan dan laki-laki
selayaknya pasangan suami istri yang berdandan menjadi pemain ketoprak dengan perempuan
yang sedang bersolek/berdandan untuk siap dalam penampilan seni
ketoprak.Seperti karya-karya sebelumnya karakter goresan yang kaku dan kasar
dengan tema-tema sosial serta penggambaran figur penari sepertinya tak pernah
absen menjadi subjek lukisannya.Terdapat point of interest pada penggambaran
figur wanita dengan riasan tebal dan sosok lelaki di sampingkan wanita yang
terlihat sedang bercermin karena memang muncul bayangan wanita tersebut di
cermin,laki-laki tersebut digambarkan tengah mencium kening wanita tadi.
Lukisan
merupakan ungakapan dari seniman yang di tuangkan pada kanvas yang memiliki
berbagai tujuan,mulai dari kritik sosial,budaya,politik dan ekspresi
seniman.Djoko Pekik merupakan salah satu seniman berbakat yang terlahir di
Jawa Tengah, Grobogan. Bagi Djoko Pekik,
melukis adalah soal keyakinan, pilihan hidup, dan tidak tergantikan apa pun.
Ketika keluar penjara pada 1972, ia memilih menjahit dan berdagang batik lurik.Djoko
Pekik memiliki pondasi yang baik dalam kesenirupaan dia lulusan dari Akademi
Seni Rupa Indonesia (ASRI) 1958, juga bergabung dalam Sanggar Bumi Tarung.
Tahun 1974, Djokopekik dengan empat anak dan satu istri hidup
dalam impitan ekonomi, sosial, dan politik. Tidak ada akses apa pun baginya
untuk hidup layak dan sejajar dengan manusia lain.
Namun,
ia tidak mundur dari kesulitan itu. Justru dalam keadan sulit, muncul karya
berjudul Memanah Matahari. Karya tiga dimensi ini ciptaan Djokopekik
pada 1966 ketika ia menjadi tahanan penjara Wirogunan Yogyakarta pada
1965-1972. “Karya Memanah Matahari kubuat sebagai
ungkapan kegembiraan, ternyata tetap bisa berkarya dalam penjara,” kata
Djokopekik.
Djokopekik
ditahan pada 1965. Tahun 1966, Bung Karno yang saat itu masih presiden datang
ke Magelang meresmikan sekolah militer Bung Karno, memberikan perintah kepada
komandan CPM (Corps Polisi Militer) Yogyakarta, Moes Soebagyo.
Lukisan
“Pasangan Hidup” ini dibuat pada 19 tahun
1997 diatas kanvas berukuran 30 cm x 40 cm.Pada lukisan terdapat subject seorang perempuan dan laki-laki
selayaknya pasangan suami istri yang berdandan menjadi pemain ketoprak dengan perempuan
yang sedang bersolek/berdandan untuk siap dalam penampilan seni ketoprak.Seperti
karya-karya sebelumnya karakter goresan yang kaku dan kasar dengan tema-tema
sosial serta penggambaran figur penari sepertinya tak pernah absen menjadi
subjek lukisannya.Terdapat point of interest pada penggambaran figur wanita
dengan riasan tebal dan sosok lelaki di sampingkan wanita yang terlihat sedang
bercermin karena memang muncul bayangan wanita tersebut di cermin,laki-laki
tersebut digambarkan tengah mencium kening wanita tadi.
Ketoprak
merupakan kesenian yang berasal dari Jawa, yaitu sandiwara yang diselingi
dengan lagu-lagu Jawa, yang diiringi dengan gamelan disajikan. Tema cerita dalam sebuah pertunjukan
ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah
Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak
pernah diambil dari cerita epos (wiracarita) : Ramayana dan Mahabharata. Sebab
nanti pertunjukan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang
orang.Disisi unsur rupa, warna yang ada pada lukisan tersebut didominasi warna
komplementer yaitu hijau,merah. Pada segi keseimbangan lukisan menggunakan keseimbangan
asimetris yang dinamis.Garis yang dimunculkan dalam lukisan merupakan
garis-garis semu yang tercipta dari batas-batas warna yang berbeda,tidak nampak
garis-garis nyata yang membentuk kontur dalam lukisan “Pasangan Hidup”.
Corak
lukisan “Pasangan Hidup” dibuat pada tahun 1997 ini memiliki corak yang
berkorelasi pada karya Djoko Pekik “Dalang” pada tahun 2008.Hal ini seolah-olah
seniman mendapat sumber inspirasi yang cukup
kuat dari budaya Jawa tempat dimana dia dilahirkan.Dari segi visualnya
kedua lukisan juga memiliki korelasi yang cukup kuat.Warna yang digunakannya
pun tidak jauh dari lukisan “Dalang” yaitu didominasi warna merah dan merah
yang cukup mendominasi.Perbedaan mencolok terdapat objek yang
dilukiskannya,jika pada lukisan “Dalang” terdiri dari tiga figur yaitu dua
orang figur sinden dan satu orang figur dalang.
Pada
tahun 1997 dalam dunia seni ketoprak mulai menunjukan indikasi – indikasi
meredup kepopulerannya dalam masyarakat.Salah satu kelompok ketoprak dari Tulungagung bernama Siswo Budoyo yang juga
mencetak talen-talenta pelawak terkenal yaitu Topan dan Lesus cukup mendapat
dampak negatif pada masa perkembangan pertelevisian Indonesia,dampaknya
kelompok ketoprak ini mulai kocar-kacir.Hal ini terjadi karena mulai
menggeliatnya industri hiburan modern yang cenderung memicu masyarakat untuk
meninggalkan kebudayan tradisional yang diwariskan oleh leluhur kita khususnya
di Jawa.Salah satu contohnya adalah mulai lahirnya stasiun-stasiun tv swasta
yang menghiasi dunia pertelevisian Indonesia.
Seperti
yang kita lihat terdapat subjek matter dalam lukisan ini berupa figur wanita
dan laki-laki dengan dandanan penari jawa,sosok laki-laki terlihat mencium
kening wanita di sampingnya,ini dapat ditafsirkan sebagai visualisasi sebuah
kasih sayang yang tercurah oleh sang lelaki kepada wanitanya,dalam lukisan joko
pekik yang berjudul “pasangan hidup” dapat dikatakan bahwa 2 figur lelaki dan
wanita ini adalah sepasang kekasih dengan balutan riasan wajah penari
jawa.Seniman mencoba menyampaikan bahwa kehidupan jawa khususnya penari jawa
khususnya dalam daerahnya sangat dipenuhi dengan kasih sayang,lihat pada sosok
laki-laki yang sedang mencium kening wanitanya.Penggambaran cermin pada lukisan
tersebut juga harus dikaji, secara logis sebuah cermin akan memantulkan apapun objek di
depannya sama besar, jarak bayangan sama, tegak dan berlawanan arah. Tidak
peduli apakah si objek adalah beridentitas sebagai benda mewah atau murahan,
keras atau lembut, indah atau jelek, semuanya akan dipantulkan.
Jika dilihat dari ekspresi wajah laki-laki memang sangat bisa
dirasakan bagaimana kebahagiaan yang dirasakannya,namun lihatlah ekspresi wajah
wanita disampingnya yang tampak sayu,datar,tanpa senyum,seakan-akan tak
bahagia.Memperlihatkan raut muka yang tak bahagia dengan bercermin dihadapan
lelakinya,bayangan pada cermin itupun nampak sama sayunya dengan sosok wanita
tersebut.Cermin mengisyaratkan bayangan hati sang wanita yang tengah pilu
karena sesuatu dalam hatinya.
Namun yang perlu diketahui luasnya cermin hanya memantulkan
bayangan abstrak namun dapat memperlihatkan bagaimana hati tengah merasakan
apa.Lukisan yang bertemakan kehidupan bercintaan sepasang sejoli ini sangat
delimatis jika kita memperhatikan betul dan dapat mendapatkan intuisi dan
katarsis dalam menemukan makna dalam lukisan ini,dikatakan delimatis karena
sang lelaki yang sangat bahagia dengan mencium kening sang wanita,namun wanita
yang dicintainya tak memberikan umpan balik terhadap cinta sang lelaki,cinta
bertepuk sebelah tangan.Seniman sepertinya hendak mengutarakan bahwa yang
namanya pasangan hidup tak selalu saling mencintai,walaupun kadang kala harus
dimulai dari cinta yang bertepuk sebelah tangan dari salah satu pihak namun
dari kesungguhan untuk membuktikan ketulusan cinta nantinya juga akan
memperluluh hati pasangan.
Dalam lukisan Joko pekik yang berjudul “Pasangan Hidup” ini
kekuatan ide dan ekspresivitas memang sangat kuat dan hebat dengan mengecoh
publik dengan judul yang sedemikian rupa namun isi dan makna dalam lukisan jika
diamati dengan dalam dan direnungkan secara mendalam sangat mengejutkan,cinta
yang bertepuk sebelah tangan.Goresan yang ekspresif menyatakan jati diri
seniman yang cekatan dan selalu mengekspresikan jiwanya yang berkobar sangat
mewakili.Namun jika dilihat dari teknik dan bentuk belum bisa dikatakan baik
bahkan secara sekilas tampak kekurangan yang sangat mencolok.Beberapa
kekurangan harus diperhitungkan dan dalam pemberian judul “pasangan hidup” tak
nampak visualisasi kasih sayang antar ke duanya,hanya salahsatu pihak yang
menampakan kebahagiaanya,disinilah pertanyaan muncul apakah pemberian judul
karena kekuatan ide Joko pekik dalam mengecoh publik yang tak sesuai judul
ataukah ketidakmampuan seorang Joko pekik dalam mengkonsep karya yang
dibuatnya?.
Beberapa
pendapat masyarakat luar terhadap karya Joko Pekik yang berjudul “Pasangan
Hidup”,Zeni Ismawati mahasiswa program studi Pendidikan bahasa Prancis ini
berpendapat bahwa,”Lukisan Joko pekik yang berjudul pasangan hidup
menggambarkan kekontrasan antara si wanita yang berekspresi agak sedih dan
lelaki yang agak tersenyum warna latar belakang ynag berwarna hijau sama dengan
baju si wanita kurang pas.Kalung si wanita seperti kucing.Dan kenapa lelaki
menggunakan anting(tindik).Pewarnaan wajah dan kulit tubuh terlalu
kuat.”.Berikutnya Aulia Ulfanah Pratiwi menambahkan argumennya bahwa,”Lukisan
Djoko pekik “ benar-benar menggambarkan sepasang suami istri yang saling
mencinta,dilihat dari pewarnaan pada wajah keduanya berwarna putih yang
menggambarkan kasih sayang mereka.Selain itu dilihat dari bentuk wajah sang
lelaki yang menonjol pada bagian dagu sedangkan wanita menonjol pada bagian
kening,menggambarkan keduanya saling melengkapi satu sama lain.Namun terdapat
kritik dalam pewarnaan pakaian keduanya mengapa tidak ynag senada sehingga
lebih menggambarkan chemistry keduanya sehingga terlihat mantap.”Yang terakhir
seorang mahasiswi program studi pendidikan bahasa Arab bernama Uswatun Khasanah
berkata,”Lukisan Djoko pekik ini sudah mencerminkan sepasang suami
istri.Ekspresi mukia sang istri menunjukan bahwi ia sangat takut kehilangan
suaminya.Sang suami juga terlihat memberikan kepercayaan kepada
istrinya.Lukisan ini sudah bagus,tetapi menurut saya kepalanya terlalu
besar,bentuk wajah juga kurang seimbang dan kurang rapi.Warna muka juga kurang
menarik”.
Profil
Seniman :
Tempat,Tanggal
Lahir :
Grobogan,Purwodadi 2 Desember 1938
Pendidikan :
Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI)
1958, juga bergabung dalam Sanggar Bumi Tarung.
Alamat
:
Desa Sembungan,Tamantirto,Kasihan Bantul,Yogyakarta
Kategori
:
Seni Rupa (pelukis gaya Realisme )
Kegiatan pameran :
·
Pameran tunggal: 1990 – “Rona Kehidupan” di Edwin’s
Gallery,Jakarta /
1993
·
Pameran
Tunggal di Taman Budaya Surakarta / 1995
·
Pameran
Tunggal di Ganesha Gallery, Four Seasons Resort, Bali / 1998
·
Pameran
“Indonesia 1998 : Berburu Celeng”, Bentara Budaya, Yogyakarta / 1999
·
Pameran “Indonesia 1998 : Berburu Celeng”,
Galeri Nasional, Jakarta dan Bentara Budaya, Yogyakarta. Pameran bersama: 2001
·
“Melik
Nggendong Lali”, Bentara Budaya,Yogjakarta / 2002
·
“Urip
Mampir Ngombe”, Bentara Budaya, Yogyakarta / 2003 – “ Borobudur Agitatif”,
Langgeng Galeri, Magelang.